BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Masalah
Bahasa merupakan sistem komunikasi
yang amat penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang
tidak terlepas dari arti atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan.
Sebagai suatu unsur yang dinamik, bahasa sentiasa dianalisis dan dikaji dengan
menggunakan perbagai pendekatan untuk mengkajinya. Antara lain pendekatan yang
dapat digunakan untuk mengkaji bahasa ialah pendekatan makna. Semantik
merupakan salah satu bidang linguistik yang mempelajari tentang makna.
Kata semantik berasal dari
bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang (sign). “Semantik”
pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada
tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan
untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan
hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan
sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga
tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2).
Bidang studi liguistik yang objek
penelitiannya makna bahasa merupkan satu tataran linguistik. Semantik dengan
objeknya yaitu makna, berada di seluruh atau disemua tataran yang
bangu-membangun ini : makna berada didalam tataran fonologi, morfologi dan
sintaksis. Semantik bukan satu tataran dalam arti unsur pembangun satuan lain
yang lebih besar, melainkan unsur yang berada pada semua tataran itu, meski
sifat kehadiranyapada tiap tataran itu tidak sama.
Bahasa merupakan media komunikasi
yang paling efektif yang dipergunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan
individu lainnya. Bahasa yang digunakan dalam berinteraksi pada keseharian kita
sangat bervariasi bentuknya, baik dilihat dari fungsi maupun bentuknya. Tataran
penggunaan bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat dalam berinteraksi tentunya
tidak lepas dari penggunaan kata atau kalimat yang bermuara pada makna, yang
merupakan ruang lingkup dari semantik.
Pada makalah ini akan dijelaskan apa
sebenarnya makna sebagai objek linguistik dan bagaimana persoalannya.
B.
Rumusan Masalah
Untuk mencapai pembahasan yang diinginkan, penulis merasa
perlu merumuskan masalah-masalah terlebih dahulu. Merujuk pada latar belakang,
penulis merumuskan masalah pada beberapa pertanyaan berikut.
1.
Apa
yang dimaksud dengan relasi makna ?
2.
Apa
saja komponen pada relaksi makna ?
3.
Apa
yang dimaksud dengan perubahan makna ?
4.
Apa
yang dimaksud dengan medan makna ?
5.
Apa
yang dimaksud dengan komponen makna ?
6.
Apa
kesesuaian sintaksis dan semantik ?
C.
Tujuan
1. Mengetahui apa
itu relasi makna dan apa saja macamnya.
2. Mengetahui arti
dari perubahan makna.
3. Mengetahui lebih
jelas tentang medan makna dan komponen makna.
4. Mengetahui
kesesuaian sintaksis dan semantik.
BAB II
Pembahasan
1.
Relasi Makna
Relasi makna
adalah hubugan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu
dengan satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa disini dapat berupa
kata frase maupun kalimat; dan relasi semantik itu dapat menyatakan kesamaan
makna. Pertentangan makna, ketercakupan makna, kegandaan makna atau juga
kelebihan makna. Pada dasarnya prinsip relasi makna ada empat jenis, yaitu :
1. Prinsip kontiguitas yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa
beberapa kata dapat memiliki makna sama atau mirip. Prinsip ini dapat
menimbulkan adanya relasi makna yang disebut sinonimi.
2. Prinsip komplementasi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna kata yang
satu berlawanan dengan makna kata yang lain. Prinsip ini dapat menimbulkan
adanya relasi makna yang disebut antonimi.
3. Prinsip overlaping yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa satu kata memiliki
makna yang berbeda atau kata-kata yang sama bunyinya tetapi mengandung makna
berbeda. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut
homonimi dan polisemi.
4. Prinsip inklusi yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna satu kata
mencakup beberapa makna kata lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi
makna yang disebut hiponimi.
1.1
Sinonimi
Sinonim : hubungan semantik yang
menyatakan adanya kesamaan makna
antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Relasi sinonim ini bersifat dua arah, maksudnya jika ujaran A bersinomnim dengan B maka B bersinonim dengan A.Contoh : benar = betul, sama dengan betul = benar.
antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. Relasi sinonim ini bersifat dua arah, maksudnya jika ujaran A bersinomnim dengan B maka B bersinonim dengan A.Contoh : benar = betul, sama dengan betul = benar.
Faktor ketidaksamaan dua buah ujaran
yang bersinonim maknanya tidak akan sama persis adalah :
a. Faktor waktu, contoh : hulubalang dan komandan
b. Faktor tempat, contoh : saya dan beta
c. Faktor keformalan, contoh : uang dan duit
d. Faktor sosial, contoh : saya dan aku
e. Faktor bidang kegiatan, contoh : matahari dan surya
f. Faktor nuansa makna, contoh : melihat, melirik, menonton
1.2
Antonimi
Istilah antonimi digunakan untuk
makna yang bertentangan. Tarigan (1985: 36) mengemukakan antonimi adalah kata
yang mengandung makna yang berkebalikan atau berlawanan dengan kata lain.
Verhaar (1983: 133) mengatakan: “Antonimi adalah ungkapan (biasanya kata,
tetapi dapat juga frase atau kalimat) yang dianggap bermakna kebalikan dari
ungkapan alain.” Sedangkan menurut Palmer (1976: 94) antonimi sering dianggap
sebgai lawan sinonim. Secara sederhana dapat dikatakan istilah antonimi
digunakan untuk menyatakan kata-kata yang berlawanan maknanya.
Crystal (dalam Ba’dulu, 2001:25)
antonimi merujuk secara kolektif kepada semua jenis perlawanan semantis. Antonim adalah hubungan semantik dua buah satuan ujaran yang maknanya
menyatakan kebalikan, pertentangan dengan ujaran yang lain.Contoh : hidup x
mati
Jenis antonim :
a. Antonim yang bersifat mutlak, contoh : diam x bergerak
b. Antonim yang bersifat relatif / bergradasi, contoh : jauh x dekat
c. Antonim yang bersifat relasional, contoh : suami x istri
d. Antonim yang bersifat hierarkial, contoh : tamtama x bintara
Menurut Hurford dan Heasly (dalam
Ba’dulu, 2001: 25) pandangan tradisional tentang antonimi yang menyatakan bahwa
antonimi semata-mata merupakan perlawanan arti adalah keliru. Pandangan ini
tidak memadai, karena kata-kata mungkin berlawanan dalam artinya secara
berbeda-beda, dan beberapa kata tidak mempunyai perlawanan yang nyata. Contoh:
hot bukan lawan dari cold dengan cara yang sama dengan borrow sebagai lawan
dari lend. Demikian pula, thick bukan lawan dari thin dengan cara yang sama
dengan dead sebagai lawan dari live.
Sehubungan dengan hal yang telah
dikemukakan di atas, Hurford dan Heasly (dalam Ba’dulu, 2001: 25) membagi
antonim ke dalam empat jenis, yaitu:
a. Antonimi biner, adalah
predikat-predikat yang muncul berpasang-pasangan, dan di antaranya tercakup
semua kemungkinan yang relevan. Jika satu predikat dapat diaplikasikan, maka
predikat lainnya tidak dapat diaplikasikan, demikian pula sebaliknya. Contoh:
tua dan muda); panjang dan pendek. Kadang-kadang dua antonim biner yang berbeda
dapat berkombinasi dalam suatu himpunan predikat untuk menghasilkan suatu
kontras empat. Contoh: laki-laki (man), anak laki-laki), perempuan), dan gadis
apabila dimasukkan ke dalam kotak-kotak berikut:
b. Konversi (Converses), adalah jika
suatu predikat memerikan suatu hubungan yang sama apabila kedua benda atau
orang itu disebutkan dalam urutan yang berlawanan, maka kedua predikat itu
merupakan konversi antara satu dengan yang lainnya. Contoh: orang tua dan anak
adalah konversi karena X adalah orang tua dari Y (urutan yang satu) memerikan
situasi atau hubungan yang sama seperti Y adalah anak X (urutan yang
berlawanan).
c. Gradabel (Gradable antonyms),
adalah dua predikat merupakan antonim bertingkat jika keduanya berada pada
ujung yang berlawanan dari suatu skala nilai yang berkesinambungan, yaitu suatu
skala yang bervariasi menurut konteks pemakaian.
Contoh: tua dan anak-anak
Contoh: tua dan anak-anak
Di antara tua dan anak-anak terdapat
suatu skala nilai yang berkesinambungan, yang dapat diberikan nama-nama seperti
remaja dan dewas. Apa yang disebut tua dalam suatu konteks, misalnya: umur
orang (jompo)dalam konteks lain adalah matang ( buah-buahan) sudah dapat
dipetik. Contoh lain: tinggi dan rendah; panjang dan pendek; serta pintar dan
bodoh.Untuk mengkaji antonim-antonim bertingkat ini, kita dapat
mengkombinasikannya dengan kata sangat , sangat banyak , bagaimana , atau
berapa banyak.
d. Kontradiksi, adalah suatu
proposisi merupakan suatu kontaradiktori dari preposisi lain jika tidak mungkin
bagi keduanya benar pada saat yang sama dan pada peristiwa yang sama pula.
Definisi ini dapat diperluas ke kalimat. Jadi, suatu kalimat yang mengungkapkan
satu proposisi adalah kontradiktori dari suatu kalimat yang mengungkapkan
proposisi yang lain jika tidak mungkin bagi kedua proposisi itu benar pada saat
yang sama dan pada peristiwa yang sama pula. Dengan kata lain, dapat dikatakan
bahwa suatu kalimat berlawanan dengan kalimat lain jika kalimat itu
menghasilkan negasi kalimat yang lainnya. Contoh: Pak Arya pengusaha kaya
kontradiksi dengan Pak Udin petani miskin.
Selanjutnya, Verhaar (dalam Chaer,
1997: 26) membedakan antonim berdasarkan sistemnya, yaitu:
a. Antonim antarkalimat, contoh: Dia cantik dan Dia tidak cantik.
b. Antonim antarfrase, contoh: secara teratur dan secara tidak teratur.
c. Antonim antarkata, contoh: kuat dan lemah; kencang dan lambat.
d.Antonim antarmorfem, contoh: thankful dan thankless (Inggris), yang
berantonim adalah morfem ful dan les.
1.3
Polisemi
Polisemi adalah relasi makna suatu
kata yang memiliki makna lebih dari satu atau kata yang memiliki makna yang
berbeda-beda tetapi masih dalam satu aluran arti. Dalam kasus polisemi ini,
biasanya makna pertama ( yang didaftarkan kamus) adalah makna leksikal, makna
denotatif dan makna konseptualnya. Yang lainnya adalah makna yang dikembangkan
berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau satuan ujaran
itu. Oleh karena itu, makna pada polisemi masih berkaitan satu sama lain.
Contoh:
# Ranbut di kepala nenek sudah putih.( Kepala yang berarti bagian
tubuh yang bagian atas)
# Pak Harjo adalah seorang kepala sekolah.( Kepala yang menyatakan
pimpinan)
1.4
Homonimi
Homonim adalah dua kata kebetulan
bentuk, ucapan, tulisannya sama tetapi beda makna.Contoh :
1. Bisa : Bisa yang berarti racun, Bisa yang berarti
dapat atau mampu.
Pada kasus homonimi ada dua istilah
lain yang biasa dibicarakan, yaitu homofon dan homograf. Homofon
adalah dua kata yang mempunyai kesamaan bunyi tanpa memperhatikan ejaanya,
dengan makna yang berbeda.Contoh :
1.Bang : sebutan saudara laki-laki,
2. Bank : tempat penyimpanan dan
pengkreditan uang
Homograf adalah dua kata yang
memiliki ejaan sama, tetapi ucapan dan maknanya beda. Contoh : 1.
Apel : buah, 2. Apél : rapat, pertemuan.
Ada cara untuk menentukan homonimi
dengan polisemi. Patokan pertama adalah dua buah bentuk ujaran atau lebih yang
kebetulan sama, dan maknanya tentu berbeda, sedangkan polisemi sebuah ujaran
yag memiliki makna lebih dari satu. Makna dalam polisemi meski berbeda tetapi
masih dapat dilacak secara etimologi dan semantik bahwa makna itu masih
mempunyai hubungan.
1.5
Hiponimi
Hiponimi adalah sebuah bentuk ujaran yang mencakup dalam makna bentuk ujaran
lain.Relasi makna bersifat searah. Contoh: antara kata jeruk dengan kata buah.
Disini makna kata jeruk tercakup dalam kata buah, tetapi buah bukan hanya jeruk
tapi bisa juga apel, mangga, pepaya dan jambu.
Hipernim
adalah bagian dari hiponimi. Dengan kata lain jika jeruk berhiponim dengan buah,
maka buah berhipernim dengan jeruk. Ada juga yang menyebut hiponom dengan
superordinat. Sedangkan hubungan antar jeruk, apel, mangga, dan jenis buah
lainnya adalah kohiponim.
1.6
Ambiguiti atau Ketaksaan
Ambiguitas adalah gejala yang
terjadi akibat kegandaan makna akibat tafsiran gramatikal yang berbeda.
Tergantung jeda dalam kalimat. Umumnya terjadi pada bahasa tulis, karena bahasa
tulis unsur suprasegmentalnya tidak dapat digambarkan secara akurat. Contoh:
Buku sejarah baru. Dapat diartikan (1) buku sejarah yang baru. Dapat juga
bermakna (2) buku tentang sejarah baru.
Ketaksaan dapat juga terjadi bukan
karena tafsiran gramatikal yang berbeda tetapi karena masalah homonimi,
sedangkan konteksnya tidak jelas. Contoh: Kami bertemu paus. Dapat ditafsirkan,
(1) ikan paus, dan (2) pemimpin agama katolik di Roma.
Ada juga ketaksaan yang terjadi
dalam bahasa lisan, meskipun intonasinya tepat. Ketaksaan dalam bahasa lisan
biasanya adalah karena ketidakcermatan dalam menyusun kontruksi beranaforis.
Contoh: Ujang dan Doni bersahabat karib. Dia sangat mencintai istrinya. Dapat
ditafsirkan (1) ujang mencintai istri ujang, (2) Ujang mencintai istri Doni,
(3) Doni mencintai istrinya, dan (4) Doni mencintai istri Ujang. Ketaksaan ini
terjadi karenakata ganti dia dan nya tidak jelas mengacu pada
siapa.
1.7
Redundansi
Redundansi adalah
berlebih-lebihannya penggunaan unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran.
Contoh : Hamid menggenakan topi berwarna ungu, tidak akan berbeda maknanya
Memang dalam ragam bahasa baku kita
dituntut untuk menggunakan kata-kata secara efisien, sehingga kata berlebihan,
sepanjang tidak mengurangi atau mengganggu makna ( lebih tepat informasi),
harus dibuang, tetapi dalam analisis semantik, setiap penggunaan unsur
segmental dianggap membawa makna masing-masing.
2.
Perubahan Makna
Dalam
perubahan makna selalu ada hubungan (asosiasi) antara makna lama dan makna
baru, tidak peduli apapun yang menyebabkan perubahan itu terjadi. Dalam
beberapa hal, asosiasi bisa begitu kuat untuk mengubah makna dengan sendirinya,
sebagian lagi asosiasi itu hanyalah suatu wahana untuk suatu perubahan yang
ditentukan oleh sebab-sebab lain tetapi bagaimanapun suatu jenis asosiasi akan
selalu mengalami proses. Dalam pengertian ini asosiasi dapat dianggap sebagai
suatu syarat mutlak bagi perubahan makna ( Stephen, 2007 : 263-264 ).
Dalam
sejarah ilmu semantik, teori asosiasi muncul dalam dua bentuk. Beberapa dari
ahli semantik awal mengakui suatu asosiasinisme yang sederhana, mereka mencoba
menjelaskan perubahan makna sebagai hasil asosiasi antara kata-kata yang
diisolasikan (berdiri sendiri). Pada beberapa dekade terakhir suatu pandangan
yang lebih maju berdasarkan prinsip-prinsip struktural telah meluas, perhatian
telah berubah dari kata-kata tunggal menjadi satuan-satuan yang lebih luas
yaitu yang disebut “medan asosiatif” yang mencakupi kata-kata tersebut.
2.1
Sebab-sebab Perubahan Makna
Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan makna suatu kata. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Perkembangan
dalam ilmu dan teknologi
Dalam hal ini sebuah kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai
sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang dikandung
telah berubah sebagai akibat dari pandangan baru atau teori baru.
2) perkembangan
sosial dan budaya
Dalam perkembangan sosial dan budaya kemasyarakatan turut memengaruhi
perubahan makna. Sebagai contoh kata saudara dalam bahasa sansekerta bermakna
seperut atau satu kandungan. Sekarang kata saudara walaupun masih juga
digunakan dalam artian tersebut tapi juga digunakan untuk menyebut siapa saja
yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama.
3) Pebedaan
bidang pemakaian
Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam
kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat juga dipakai dalam bidang lain atau
menjadi kosa kata umum. Sehingga kata-kata tersebut memiliki makna yang baru,
atau makna lain disamping makna aslinya.
4) Adanya
Asosiasi
Kata-kata yang digunakan diluar bidangnya seperti dibicarakan pada bagian
sebelumnya masih ada hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang
digunakan pada idang asalnya. Agak berbeda dengan perubahan makna yang terjadi
sebagai akibat penggunaan dalam bidang yang lain, disini makna baru yang muncul
adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata
tersebut.
5) Pertukaran
Tanggapan Indra
Dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara
indera yang satu dengan indera yang lain. Rasa pedas, misalnya yang seharusnya
ditanggap dengan alat indera perasa pada lidah tertukar menjadi ditanggap oleh
alat indera pendengaran seperti tampak dalam ujaran kata-katanya cukup pedas.
6) Perbedaan
Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai
makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma
kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa
yang rendah, kurang menyenangkan. Di samping itu ada juga yang menjadi memiliki
nilai rasa yang tinggi atau menyenangkan. Kata-kata yang nilainya merosot
menjadi rendah ini disebut dengan istilah peyoratif sedangkan yang nilainya
naik menjadi tinggi disebut ameliorative.
7) Adanya
Penyingkatan
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering
digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan
orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu kemudian banyak orang
menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan bentukya secara utuh.
8) Proses
Gramatikal
Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi akan
menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi
sebenarnya bukan perubahan makna sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai
hasil proses gramatikal dan proses tersebut telah melahirkan makna-makna
gramatikal.
9) Pengembangan
Istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan
memanfaatkan kosa ata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan member makna baru
baik dengan menyempitkan, meluaskan maupun memberi makna baru. Seperti pada
kata papan yang semula bermakna lempengan kayu tipis kini diangkat menjadi
istilah untuk makna perumahan, kata teras yang semula bermakna inti atau
saripati kayu sekarang memiliki makna yang baru yaitu utama atau pimpinan.
2.2 Jenis
Perubahan Makna
Dalam bagian ini akan
diuraikan beberapa jenis perubahan makna yang terjadi dalam bahasa Indonesia. Berikut
pemaparannya :
1. Perubahan Meluas
Yang dimaksud perubahan yang
meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada
mulanya hanya memiliki sebuah makna tetapi kemudian karena berbagai factor
menjadi memiliki makna-makna yang lain. Proses perluasan makna ini dapat
terjadi dalam kurun waktu yang relative singkat tetapi dapat juga dalam kurun
waktu yang lama. Dan makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan
makna itu masih berada dalam lingkup poliseminya artinya masih ada hubungannya
dengan makna asalnya.
2. Perubahan Menyempit
Perubahan menyempit merupakan
suatu gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna
yang cukup luas namun kemudian berubah menjadi terbatas hanya memiliki sebuah makna
saja.
3. Perubahan Total
Yang dimaksud perubahan total
yaitu suatu makna sebuah kata yang berubah total atau berubah sama sekali dari
makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada
sangkut pautnya dengan makna asal tapi keterkaitannya ini tampaknya sudah jauh
sekali.
4. Penghalusan (ufemia)
Penghalusan dalam perubahan
makna ini maksudnya adalah suatu gejala ditampilkannya kata-kata atau
bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan
daripada yang akan digantikan.
5. Pengasaran (disfemia)
Pengasaran yang dimaksud
adalah suatu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa
menjadi kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya
dilakukan oleh orang dalam situasi yang tidak ramah atau dalam keadaan jengkel.
3.
Medan Makna dan Komponen Makna
3.1 Medan Makna
Medan makna (semantic domain,
semantik field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya
saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau
realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya, nama-nama warna, nama-nama
perabotan rumah tangga, yang masing-masing merupakan medan makna.
Contoh: nama-nama warna, yang termasuk medan warna antara lain :
- merah – hijau
- coklat – kuning
- biru – abu-abu
Kata-kata yang mengelompok dalam satu medan makna, berdasarkan sifat
hubungan semantisnya dapat dibedakan atas kelompok medan kolokasi dan medan
set.
Ÿ Medan
kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata
itu.
Contoh : cabe, bawang, terasi, garam, merica. Kata-kata tersebut berada
dalam satu kolokasi yaitu berkenaan dengan bumbu dapur.
Ÿ Medan set
menunjuk pada hubungan paradigmatik, karena kata-kata yang berada dalam satu
kelompok set itu saling bisa disubstitusikan, biasanya mempunyai kelas yang
sama dan merupakan satu kesatuan.
Contoh : remaja, kanak-kanak, dewasa. Remaja merupakan perkembangan dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
Semua ini bermanfaat bagi kita dalam memahami konsep-konsep budaya yang ada
dalam suatu masyarakat bahasa.
1.2 Komponen Makna
Makna yang dimiliki
oleh setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut komponen
makna), yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini dapat
dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu per satu, berdasarkan
“pengertian-pengertian” yang dimilikinya. Umpamanya, kata ayah memiliki
komponen makna/ + manusia/, /+ dewasa/, /+ jantan/, /+ kawin/, dan /+ punya anak.
Perbedaan makna antara kata ayah dan ibu hanyalah pada ciri makna atau komponen
makna; ayah memiliki makna jantan, sedangkan ibu tidak memiliki kata jantan.
Komponen Makna
|
Ayah
|
Ibu
|
1.
Insane
2.
Dewasa
3.
Jantan
4.
kawin
|
+
+
+
+
|
+
+
_
+
|
Keterangan : tanda +
mempunyai komponen makna tersebut, dan tanda – tidak mempunyai komponen makna
tersebut.
Konsep analisis dua-dua
ini (lazim disebut anlisis biner) oleh para ahli kemudian diterapkan juga untuk
membedakan makna suatu kata dengan kata lain. Denga juga dapat analisis biner
ini kita juga dapat menggolong-golongkan kata atau unsur leksikal sesuai dengan
medan makna.
Ada tiga hal yang perlu
dikemukakan sehubungan dengan analisis biner tersebut.
Pertama, ada pasangan kata yang satu diantaranya lebih
bersifat netral atau umum sedangkan
yang lain bersift khusus. Misalnya, pasangan kata siswa dan siswi. Kata siswa
lebih bersifat umum dan netral karena dapat termasuk “pria” dan “wanita”.
Sebaliknya kata siswi lebih bersift khusus karena hanya mengenai “wanit” saja.
Kedua, ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasanganya karena
memang mungkin tidak ada, tetapi ada juga yang memiliki pasangan lebih dari
satu. Contoh yang sukar dicari pasanganya adalah kata-kata yang berkenaan dengan
nama warna. Contoh kedua yaitu contoh yang pasanganya lebih dari satu, yaitu
berdiri misalnya. Kata berdiri bukan hanya bias dipertentangkan dengan kata
tidur, tetapi bisa saja dengan kata tiarap, rebah, duduk, jongkok dan
berbaring.
Ketiga, kita sering kali sukar mengatur ciri-ciri semantic
itu secara bertingkat, mana yang lebih bersifat umum, dan mana yang lebih
bersifat khusus. Contohnya, ciri jantan dan dewasa, mana yang lebih bersifat
umum antara jantan dan dewasa. Bisa jantan, tetapi bisa juga dewasa sebab tidak
ada alas an bagi kita untuk menyebutkan cirri jantan lebih bersifat umum
daripada dewasa, begitu juga sebaliknya, karena ciri yang satu tidak
menyiratkan makna yang lain.
1.3
Kesesuaian
Sintaksis dan Semantis
Diterima tidaknya suatu kalimat, bukan hanya masalah gramatikal tetapi juga
masalah semnatik. Kesesuaian semantik adalah persesuaian
konstituen-konstituen yang membangun kalimat itu.
Contoh
ketidaksesuaian semantik : segelas kambing, karena dua kata tersebut
tidak ada satupun yang cocok antara komponen makna yang satu dengan yang
satunya. Yang sesuai segelas air.
Kesesuaian
sintaktik adalah penempatan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau
kalimat.
Contoh
ketidaksesuaian sintaktik : kambing membaca, karena kata kambing +
membaca tidak merupakan satu kelompok kata. Yang sesuai saya (manusia)
membaca.
Apabila
kata-kata yang tidak sesuai semantik + sintaktiknya dibuat sebuah kalimat maka
kalimat tersebut akan tidak berterima.
Contoh:
- Si Udin
makan rumput, karena Si Udin dan rumput tidak mempunyai komponen
makna yang sama, maka apabila kedua kata itu digabungkan akan menjadi tidak
berterima.
Kalimat yang
benar adalah : Sapi (hewan) makan rumput.
BAB II
Penutup
A. Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan Relasi makna adalah hubugan
semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa
lainnya. Satuan bahasa disini dapat berupa kata frase maupun kalimat; dan
relasi semantik itu dapat menyatakan kesamaan makna. Pertentangan makna,
ketercakupan makna, kegandaan makna atau juga kelebihan makna. Dalam perubahan makna selalu ada hubungan (asosiasi) antara makna lama dan
makna baru, tidak peduli apapun yang menyebabkan perubahan itu terjadi. Dalam
beberapa hal, asosiasi bisa begitu kuat untuk mengubah makna dengan sendirinya,
sebagian lagi asosiasi itu hanyalah suatu wahana untuk suatu perubahan yang
ditentukan oleh sebab-sebab lain tetapi bagaimanapun suatu jenis asosiasi akan
selalu mengalami proses.
Daftar
Pustaka
Chair, abdul. 2007. Linguistik Umum . Jakarta : Rineke Cipta
(dikutip
pada :Sabtu, 12 Oktober 2013 Pukul 19.00)
(dikutip
pada :Sabtu, 12 Oktober 2013 Pukul 19.50)
(dikutip
pada : Minggu, 13 Oktober 2013 Pukul 13.00)
(dikutip
pada :Minggu, 13 Oktober 2013 Pukul 13.30)
HTTP://MAKALAHKMPS.BLOGSPOT.COM/
0 komentar:
Posting Komentar